V I S U M DAN OTOPSI
VISUM ET
REPERTUM
Visum berarti melihat dan repertum berarti
melaporkan, dengan demikian visum et repertum berarti suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang dokter dalam rangka melihat dan melaporkan sebuah barang bukti atas
permintaan
penyidik atau penyidik pembantu terhadap pemeriksaan luka luar
saja.
OTOPSI
OTOPSI, berarti suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang dokter dalam rangka melihat dan melaporkan sebuah barang bukti atas
permintaan
penyidik atau penyidik pembantu terhadap pemeriksaan luar dan
dalam.
YANG MENGAJUKAN
PERMINTAAN VISUM DAN OTOPSI
Keabsahan Otopsi
dan Visum et
repertum sebagai alat bukti surat harus atas
permintaan Penyidik atau penyidik pembantu sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 187 butir (c). selain
penyidik, dokter tidak berwenang memberikan hasil pemeriksaan Visum atau Otopsi
kepada Kuasa keluarga, keluarga atau pihak manapun. Para pihak bisa mendapatkan
salinan hasil Visum atau Otopsi dari Pihak Penyidi atau Pengadilan.
NILAI
PEMBUKTIANNVISUM DAN OTOPSI
Nilai pembuktian
Visum dan Otopsi tergantung pada siapa yang mengeluarkan Visum atau Otopsi
tersebut. Seharusnya yang mengeluarkan Visum atau Otopsi adalah dokter ahli
forensik supaya keterangannya dapat dinilai sebagai keterangan ahli dan menjadi
bukti yang sempurna. Jika yang mengeluarkan dokter umum atau dkter gigi maka
nilai pembuktiannya hanya sebatas bukti petunjuk.
Pasal 133 KUHAP
menjelaskan,
penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Dengan demikian,
selain dokter ahli forensik misal dokter umum dan gigi bisa mengeluarkan Visum.
Penjelasan Pasal
133 KUHAP sangat jelas, Visum yang diterangkan dokter forensik
bernilai sebagai keterangan ahli, sedangkan yang dikeluargan dokter bukan spesialis
forensik disebut keterangan. Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman
R.I. No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982,
menjelaskan lebih rinci tentang nilai pembuktian keduanya, yaitu keterangan yang dibuat oleh dokter sepesialis forensik bernilai keterangan ahli, sedangkan dokter
bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk.
Sumber:
KUHAP
Berbagai sumber lain