Sabtu, 20 April 2013

Harta Bersama (Gono Gini)

HARTA BERSAMA (GONO GINI)

 
Harta bersama atau lebih dikenal dengan sebutan harta gono gini adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung sebagaimana maksud Pasal 35 ayat (1) dalam UU No. 1 Tentang Perkawinan.

Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun  [Kompilasi Hukum IslamBuku 1  Bab I Pasal 1 huruf (f)]

Harta bersama dalam perkawinan bisa berupa benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud, surat-surat berharga berupa saham, deposito-tabungan-investasi maupun hutang.

Harta bersama tidak berlaku jika ada perjanjian pranikah yang mengatur tentang pemisahan harta suami isteri.

Namun demikian bukanlah harta bersama jika harta diperoleh sebelum perkawinan (harta bawaan), hadiah atau warisan.

Ketentuan Harta Bersama diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 35-37, KUHPdt dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 85-97.

Bunyi Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam:

(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud.
(2) Harta bersaa yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-suratberharga.
(3) Harta bersama yang tidak berwujug dapat berupa hak maupun kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya.

Selengkapnya bisa dibaca di:

KUHPerdata
UU No. 1 Tahun 1974
Kompilasi Hukum Islam

Kamis, 18 April 2013

PIDANA DITANGGUHKAN MENUNGGU PUTUSAN PERDATA



PIDANA DITANGGUHKAN
JIKA TERGANTUNG PADA SENGKETA PERDATA


Bila laporan atau proses pidana tergantung dari proses perdata yang sedang bergulir di Pengadilan maka proses pidana harus menunggu putusan sengketa perdata tersebut. Misal mengenai sengketa harta waris, tiba-tiba ada laporan tentang penggelapan harta waris padahal harta tersebut bukan/belum harta waris maka proses pidana harus ditangguhkan dahulu hingga ada Putusan tentang kepastian “Harta Waris” atau bukan.

Jika yang dijual terbukti harta waris maka bisa dikenakan Pasal penggelapan, namun jika terbukti bukan harta waris maka proses pidana harus dihentikan denga SP-3. 

Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung tertanggal 26 Agustus 1957 yang dalam Pasal 1 berbunyi : Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perdata tentang adanya atau tidak adanya perdata itu.