Sabtu, 30 Maret 2013

BELI APARTEMEN/RUMAH SUSUN AMAN SECARA HUKUM



BELI APARTEMEN/RUMAH SUSUN
(AMAN SECARA HUKUM)

Memperhatian banyak kasus tanah, perijinan, siteplane bermasalah, pembangunan ga sesuai brosur, pembeli harus memperhatikan hal-hal berikut sebelum membeli apartemen/rumah susun:

1.    Datangi lokasi rencana pembangunan apartemen/rumah susun.

2.    Cari Track record (jejak rekam) developer atau pengembang, jangan terkecoh dengan brosur dan rayuan pihak marketing.

3.    Cari info pengembang ke Asosiasi Penghuni apartemen/rmh susun (APERSSI) beralamat di Apt. Mangga Dua Court, West Tower 1503, Jakarta Pusat 10730, Tlp 021-6129013, fax 021-6128658.

4.    Minta copian HGB ke pengembang dan crosscheck ke BPN. Pengembang yang berniat baik pasti tidak akan keberatan memberikan copi HGB karena saat pelunasan nantinya, si pembeli juga akan mendapatkan copian HGB tersebut. Cari tau, status tanah berasal dari hak adat, sertifikat hak milik warga sekitar, tanah Negara atau lainnya.

5.    Periksa Surat Ijin Penggunaan Peruntukan Tanah (SIPPT) dan Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) ke lembaga terkait.

6.    Perhatikan 3 rules golden pemilihan apartemen: lokasi, lokasi dan lokasi. Jangan terkecoh denga istilah dekat mall, perkantoran dan pertokoan (menyatu dengan tempat komersiil) krn malah bikin macet dan stress karena sudah macet saat masuk-keluar apartemen.

7.    Pastikan mendapatkan PPJB (perjanjian pengikatan jual beli) sesuai dengan maksud UU No 16 Tahun 1985 dan PP No 4 Tahun 1988  saat bayar DP + cicilan pertama  dan jangan lupa untuk membaca isi PPJB tersebut, sudah sesuaikah isinya? Jika tidak dapat PPJB, ada baiknya rencana pembelian dibatalkan kuatir ada masalah di kemudian hari.

8.   Jika pembelian lunas bertahap, secepatnya dilakukan AJB dan balik nama atas nama pembeli.

Jika anda sibuk bisa menyewa tenaga notaris-PPAT dengan biaya penanganan yang bisa diperjanjikan sejak awal.

Semoga success……

M MUSLIH, SHI, SH, MH 

SANTET (HUKUM DAN PASAL PIDANA)



HUKUM DAN PASAL SANTET


“Siapa-siapa yang mendatangi ‘arrofan (peramal) maka tidak diterima sholatnya selama 40 hari” Hadits Shohih.

Bahkan dikisahkan, seorang sahabat sakit gatal dan berobat ke dukun lalu sembuh, terkadang sakit gatalnya tersebut kambuh lagi sehingga harus mendatangi dukun itu lagi, nabi Muhammad berkomentar pada masa tertentu jin dukun tersebut akan mendatangi kamu dan menggaruki badan kamu sehingga kamu akan merasa gatal dan mendatangi pemilik/tuannya jin tersebut. Setelah mendatangi dukun tersebut, si jin akan menghentikan garukannya ke badan kamu sehingga kamu merasa tidak gatal. (Kama Qolan Nabi).

Bagaimana jika mendatangi dukun santet? Tentu saja syirik adalah dosa besar dan mendatangi dukun santet berarti turut melakukan kemusyrikan (menyekutukan Allah). Satu-satunya dosa yang tidak diampuni Allah adalah syirik (menyekutukan Allah dengan lainnya).

Pemahaman sebagian orang jahat, membunuh orang lain tanpa resiko dikenakan pasal pidana pembunuhan adalah dengan menggunakan dukun santet yang tidak tersentuh hukum Pidana karena menggunakan ilmu ghoib dengan menyembah dan meminta bantuan tenaga setan atau jin pembunuh.

Dilema memang menjadikan pasal santet, namun pasal tsb harus ada karena kelakuan Paranormal (orang ga norma-sinting-kata psikiater) sudah menjadi-jadi dan berani mengiklankan diri mampu menyantet, menggandakan uang, memikat wanita pujaannya, mampu mnundukkan hati wanita, mampu mengobati semua penyakit tsb di berbagai media massa.

Hal yang perlu dicermati, pasal tersebut jangan mengatur materi santet spt bgmn cara menyantet, materi apa yang digunakan menyantet, tanda-tanda orang kena santet dst karena akan banyak madhorotnya (bahayanya) yang akan menyebabkan orang pada belajar santet dan cara mengobatinya. Akibatnya akan menjamur kursus santet dan cara mengobatinya.

Pasal santet tersebut mengatur dan membatasi paranormal atau siapapun juga yang mengiklankan diri sebagai dukun santet, orang saksi yang bisa mengobati berbagai penyakit dst. Larangan iklan di media massa akan mengurangi praktek dukun/paranormal tersebut yang otomatis akan mengurangi keresahan masyarakat. Aneh memang negara NKRI ini yang mengklain sebagai negara pancasilais dan Muslim terbesar di dunia, iklan siap membunuh dengan santet, pembunuh bayaran, jual beli abg, cara memikat dan menghipnotis orang, cara kaya instan ala dukun, melipat gandakan uang, mencapai posisi di kantor, ketenaran, memajukan usaha dst dengan leluasa dapat mengiklankan diri.

Santet memang nyata adanya bahkan di berbagai kitab suci agama membahas tentang larangan Sihir/santet atau bersekutu dengan setan/jin jahat dalam menyelakai atau menyakiti orang lain spt dalam al Quran Surat al Baqarah ayat 102:

"Mereka mengikuti apa-apa yang dibacakan (rapalkan) para Setan (dukun-dukun jahat) pada masa Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman bukanlah orang yang ingkar melainkan para setan (dukun-dukun jahat) tersebut yag mengajarkan ilmu sihir kepada manusia......Mereka mempelajari dari Harut dan Marut tentag ilmu yang bisa memisahkan (menceraikan) suami dan isteri. Para setan (dukun-dukun jahat) tersebut tidak akan bisa membayakan (menyantet) diri manusia kecuali diijinkan oleh Allah.....".

Keberadaan santet pada masa sekarang sudah tidak pada tempatnya. Ilmu santet dikenal pada masa Jaman Nabi Sulaiman yang berarti berkembang pada masa sebelum masehi dan disebarkan setan kembali sepeninggal nabi Sulaiman. Namun demikian kita harus waspada karena perbuatan sebagian orang jahat mempergunakan ilmu sihir (santet) tsb untuk menyakiti orang lain dengan cara mendekatkan diri kepada Allah.

Santet/sihir adalah syirik. Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan meminta bantuan pada setan/jin jahat dan tentu saja menanggung dosa besar bagi orang yang mempelajari, mendalami, mengajarkan ilmu sihir/santet. Turut menanggung dosa besar syirik bagi siapapun yang meminta bantuan dukun untuk menyantet seseorang. Tempat dan balasan dukun santet dan penyuruhnya adalah neraka Jahanam selama-lamanya.

Sumber:

Al Quran al Karim
Kumpulan Hadits nabi Muhammad SAW

Kamis, 28 Maret 2013

AHLI WARIS DALAM HKM ISLAM



AHLI WARIS DLM HUKUM ISLAM


Dalam Hukum Islam ahli waris dikelompokkan menjadi tiga macam:

  1. Dzawil Furudl, kelompok ahli waris yang mendapatkan hak waris dengan jumlah atau saham (bagian) yang pasti seperti 1/2, 1/3, 1/4., 1/6 dan seterusnya seperti ayah dan ibu si mayit, anak perempuan si mayit, suami si mayit atau isteri si mayit dst.
Firman Allah dalam surat an Nisa’ ayat 12:
“….. Isteri-isteri mendapatkan ¼ dari harta waris peninggalanmu, jika kamu tidak memiliki anak. Jika kamu memiliki anak, maka isteri-isterimu tersebut mendapatkan 1/8 dari harta waris peninggalanmu, setelah dilaksanakan wasiat yang kamu buat dan setelah dilunasinya hutang…..”

  1. Ashobah, kelompok ahli waris  dari jurusan ayah dan  mendapatkan bagian sisa dari kelompok ahli waris dzawil furudh tersebut di atas.
Ashobah terbagi jadi tiga kelompok:

(1) Ashobah binafsih berarti kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan si mayit tanpa diselingi oleh orang perempuan seperti nak laki-laki dan cucu laki-laki dst

(2) Ashobah bil Ghoir, setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikan ashobah dan bersama-sama menerima ‘ushubah seperti anak perempuan kandung, cucu perempuan pancar laki-laki, saudari sekandung, saudari seayah dst

(3) Ashobah ma’al ghoir, setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikan ‘ashobah tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima ‘ushubah seperti saudari kandung dan saudari tunggal ayah.

Sabda rasulullah:

“Berikanlah harta waris kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu sisanya untuk laki-laki yang lebih utama”. HR Muttafaq alaih (Bukhory-Muslim).

  1. Dzawil Arham, kelompok ahli waris yang mendapatkan hak warisnya dikarenakan hubungan kekeluargaan yang tidak tergolong dzawil furudl dan ashobah seperti  cucu yang tidak termasuk ashabul furudl dan ‘ashobah, kakek ghoiru shohih dan nenek ghoiru shohihah dst.
Firman allah dalam surat al Anfal ayat 75:

“Orang-orang yang memiliki pertalian kerabat, sebagian mereka adalah lebih berhak dari sebagian yang lain di dalam ketetapan Allah”.

Sumber:
Al Quran
Al Hadits
Kitab Faraidl
Ilmu Waris, karya Dr Fatchur Rahman, PT Al Maarif, Bandung, 1981
Kompilasi Hukum Islam

Sabtu, 16 Maret 2013

SUMPAH INGKAR ANAK-SUMPAH LI’AN



SUMPAH INGKAR ANAK-SUMPAH  LI’AN


Sumpah Li’an berarti seorang suami menuduh istrinya telah berzina karena telah melahirkan seorang anak “hasil hubungan gelapnya” dengan laki-laki lain. Dalam hal ini, suami bisa mengajukan saksi (bukti) atau melakukan sumpah Li’an supaya terhindar hukum Had Qodzaf (menuduh zina tanpa dasar hukum).

Dalam hukum Islam, suami yang menuduh istrinya berzina harus bisa membuktikan tuduhannya dengan menghadirkan 4 orang saksi (laki-laki). Jika tidak dapat menghadirkan 4 saksi maka dirinya dihukum Had qadaf (didera puluhan kali).

Suami menuduh istrinya telah berzina dengan laki-laki lain didasarkan pada fakta suami sedang tugas keluar negeri dalam waktu satu setengah tahun dan tidak pernah pulang. Saat pulang didapati istrinya telah memiliki seorang anak yang tentu saja diingkarinya karena selama setahun setengah suami tidak pernah “menjamah istrinya”. 

Jaman modern ini, suami bisa mengajukan tes DNA dan selanjutnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama untuk melakukan sumpah lian tersebut.

Hal yang perlu diingat suami:

(1) Jika sudah terjadi sumpah Lian maka suami tersebut tidak dapat menikahi istri yang dijatuhi sumpah lian tersebut selamanya.
(2) Li`an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.
(3) Pelaksanaan sumpah Lian di depan sidang Pengadilan Agama yang berwenang.


Saran Imam Nawawi, jika perzinahan tersebut tidak membuahkan anak, suami lebih baik menjatuhkan talak roj’I pada istrinya dibandingkan mengajukan sumpah Li’an.

Sumber Rujukan:

Al Quran al Karim, Surat an Nur ayat 6-9

Al Hadits tentang sahabat hilal bin Umayyah yang menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Samha’

Kompilasi Hukum Islam  Pasal 125-128

Kitab Fiqh Kifayatul Ahyar, Karya Imam taqyuddin, Toha Putera, Semarang, Jilid II hal 120-123.